OPINI | 13 June 2010 | 22:21
Endah Raharjo
If you can fill the unforgiving minute with sixty seconds worth of distant run. 'If" by Rudyard Kipling.
Saya bukan salah satu fans Luna Maya walaupun sering terpukau oleh kecantikannya. Cara duduk dan cara melipat kakinya yang indah itu amat sopan. Matanya yang elok-bulat-besar itu berkerjapan.
Sungguh, melihat sosoknya di program tersebut, rasa solidaritas sesama perempuan menyembul begitu saja. Dengan serta merta, saya raih kamera yang kebetulan ada di dekat sofa tempat saya duduk dan mengambil beberapa fotonya.
Ada banyak hal terungkap - walau tidak tuntas - dari cerita hidupnya. Hubungannya yang kurang akrab dengan ibunya, walaupun akhir-akhir ini membaik. Kedekatannnya dengan ayahnya, yang telah meninggal, seorang seniman Bali yang membuatnya menitikkan air mata ketika salah satu fotonya ditayangkan. Tentu saja hubungannya dengan Ariel yang - katanya sendiri - belum ada komitmen apa-apa menjadi salah satu pertanyaan yang sulit dijawab. Ia tampak berusaha sangat keras menjelaskan pada Alvin mengenai status hubungannya dengan lelaki yang terkesan sangat dipujanya itu.
Yang paling mengharukan adalah kenangannya akan boneka gajah biru mungil yang membuat Alvin harus break karena Luna Maya sempat terbata-bata menahan tangisnya.
Apakah Metro TV menayangkan episode Luna Maya ini dengan suatu niatan tertentu? Untuk mengajak khalayak mencoba melihat seorang Luna Maya, perempuan muda yang kebetulan saja tersohor namanya dan cantik jelita, dari sisi yang lain? Mungkin saja.
Alangkah bijaknya Metro TV menayangkan episode Luna Maya di saat seperti ini. Di saat kita - saya khususnya - butuh merenung dan dengan rendah hati melihat cacat-diri sebelum menertawai orang lain. Semoga saja ada manfaatnya untuk semua, agar kita bisa mengambil hikmah dari sebuah peristiwa.
Catatan:
Foto-foto diambil langsung dari layar televisi pada saat acara Just Alvin ditayangkan oleh Metro TV, Minggu, 13 Juni 2010, antara pukul 20.00 - 21.00