Oct 31, 2009

Tapi saya bukan menyukainya tubuh proporsionalnya semata. Saya punya alasan lain yang sangat penting, yang saya yakin, tua muda, lelaki, perempuan sepakat soal yang satu ini.
Luna Maya adalah sosok perempuan yang memiliki inner beauty kuat, smart dan berkepribadian sederhana. Tutur katanya, meski tak lembut, tapi sopan, dan penuh tenggang rasa terhadap sesama. Dia juga aktris yang baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Jadi, jangan heran kalau hati saya terpana akan kepribadian Luna Maya.
Satu hal lagi yang membuat saya mengagumi Luna Maya. Dia tipe perempuan yang mengagungkan cinta sejati. Setidaknya itu yang saya rasakan sampai detik ini. Kisah cintanya dengan Ariel, vokalis band Peterpan penuh onak dan duri. Mereka berkenalan (entah dimana), pacaran (entah berapa lama) lalu berpisah karena sang arjuna menikahi perempuan lain. Sampai kemudian Luna (panggilan sayang saya ke dia) kembali ke pelukan Ariel yang telah menjadi duda. Bukankah itu namanya cinta sejati? Jadi, lengkap sudah alasan saya untuk menganggumi Luna Maya.
Bandingkan dengan trik dan intrik selebritis lain yang demi popularitas, rela keluar masuk penjara, pamer paha dan dada dan tak mengenal tata krama dan etika. Itu semua demi harta dan nama.

Sampai pada satu hari, hati saya tersentak bertemu Luna Maya. Bertemu juga tak sengaja. Ketika itu saya berhenti di lampu merah. Luna Maya tepat berada di depan saya di sebuah becak motor, berdua dengan aktris senior, Rima Melati. Hati yang tadinya (selalu) kesal karena jalanan Kota Medan yang macat, panas dan semrawut berubah seketika. Saya begitu happy.
Ingin rasanya untuk segera menghampirinya. Memfotonya di tengah jalan itu sebagai bukti bahwa saya telah bertemu dengannya. Tapi naluri sebagai lelaki menolaknya. Gengsi dong, masak harus mendekatinya di tengah keramaian jalan. Bisa-bisa, orang di belakang berteriak marah karena saya meninggalkan sepeda motor di tengah jalanraya.
Jadi, saya hanya bisa tersenyum. Menyapanya dalam hati dan memandanginya dengan mata berbinar ria. Apalagi saat dia memandang saya dan berkata:
Rima Melati Luna Maya
Hati-hati di Jalan Raya

Saya tak mau berandai-andai kenapa sang calon memakai nama Luna Maya. Saya juga tak protes kenapa pujaan hati saya itu digunakan dalam stiker kampanye. Itu urusan sang calon. Bahkan menurut saya mereka kreatif, dan maju selangkah dibanding calon lainnya. Toh, SBY juga pakai jingle Indomie dalam kampanye Pilpres lalu.
Yang saya protes jika sang calon hanya mendompleng popularitas Luna Maya sebagai artis. Mencaplok nama Luna Maya hanya untuk mendogkrak suaranya di Pilkada nanti. “Yang penting bukan kepribadian Luna Maya, tetapi yang dijual adalah kepribadian balon walkotnya,” tulis seorang teman di facebook saya.
Ah, saya berharap para calon (siapapun mereka) bisa mencintai Kota Medan sebagaimana saya mencintai Luna Maya. Karena bagi saya, kota ini adalah dara cantik jelita yang sedang tertidur lelap dan tidak terurus.

Saya yakin 2,3 juta penduduk Medan, menginginkan Kota Medan bisa cantik (tata ruang kota), bersih (dari korupsi dan kolusi), mulus (jalan raya) seksi (investasi dan bisnis) dan indah (bebas banjir dan sampah).
Nah, jika Kota Medan bisa secantik Luna Maya, pasti sesiapapun orang yang melihatnya dan berada di dekatnya akan merasa aman, nyaman dan tentram. Lalu, siapakah gerangan walikota yang bisa memoles Kota Medan secantik Luna Maya? Yang jelas tidak saya, karena istri saya tak menyukai lagu Ahmad Dhani, ”Madu Tiga!”
:: dedy ardiansyah
:: POJOK KOTA - MEDAN MENUJU 2010
Harian Global 30 Oktober 2010
sumber: Limbah.org